This nice Blogger theme is compatible with various major web browsers. You can put a little personal info or a welcome message of your blog here. Go to "Edit HTML" tab to change this text.
RSS

Selasa, 24 Februari 2015

Rasa Bersalah Seorang Anak

Rasa Bersalah Seorang Anak

Pada suatu hari, saat aku pulang sekolah pukul tiga sore, seperti biasanya aku dijemput ayahku dengan menggunakan sepeda motor. Aku menunggunya di depan gerbang sekolah, dan akhirnya ayahku tiba. Lalu kami berbincang.
Saya    : “ Ayah tumben sekali hari ini menjemputnya kok lama.” (sambil menaiki sepeda motor)
Ayah   ; “ Maaf nak, ayah tadi ketiduran dan baru dibangunkan oleh ibumu. Di jalan tadi juga  sangat macet.”
Saya    : “ Oh, jadi begitu yah, aku kira ayah lupa menjemputku. Maaf ya ayah kalo aku sudah menyalahkan ayah.” (sambil mencium tangan ayah)
Ayah   : “ Iya nak tidak apa apa, karena memang tugas ayah untuk menjemputmu. Dan ini juga kesalahan ayah karena sampai ketiduran dan kamu jadi lama menunggu ayah.”
Saya    : “ Iya ayah, aku juga mengerti kok, mungkin ayah lelah karena seusai pulang bekerja dan ingin beristirahat.”
Ayah   : “ Iya nak. Tapi ayah mau mampir sebentar ke toko buku.”

Saya    : “ Memangnya ayah mau membeli buku apa?”
Ayah   : “ Ayah membeli buku latian soal untuk murid ayah kelas 6, karena mereka kasihan sekali tidak mempunyai biaya untuk membeli buku latian.”
Saya    : “ Ya sudah yah, lebih baik kita berangkat segera karena langit mendung sekali takut nanti terguyur hujan karena ayah juga tidak membawa jas hujan.”
Ayah   : “ Iya nak.” (sambil bersiap-siap untuk pergi)
Seusai kami berbincang, kami langsung menuju ke toko buku langganan ayah untuk membeli buku latihan. Dan setelah sampai, kami masuk ke toko buku tersebut dan berbincang.
Ayah   : (sambil kebingungan) “ Aduh, ayah lupa dimana tempat buku latihan itu.”
Saya    : “Biasanya kalo buku latihan yang seperti ayah cari itu ada di lantai dua, nanti kalau belum ketemu, kita tanya saja ke petugasnya.”
Ayah   : “ Ya sudah, kita ke lantai dua saja.” (sambil menaiki tangga)
Saya    : “ Apa buku yang dicari ayah sudah ketemu?”
Ayah   : “ Alhamdulillah sudah ketemu, ayah pergi ke kasir dulu untuk membayar ini ya nak.” (sambil perg ke kasir)
Saya    : “ Iya ayah, aku tunggu.”
Ayah   : “ Sudah nak, ayo kita segera pulang. Sepertinya akan turun hujan.”
Saya    : “ Iya ayah.” (sambil menaiki sepeda motor)
Ayah   : “ Pegangan yang erat ya, karena ayah mau ngebut.”

Setelah itu kami langsung pulang karena takut akan turun hujan. Namun tiba-tiba, baru saja
ayah berkendara selama sepuluh menit lalu hujan mulai turun dengan deras.
Ayah   : “ Aduh, hujannya deras sekali.”
Saya    : “ Kita berteduh di tempat pedagang itu saja yah.”
Ayah   : “ Iya nak.” (sambil mencari tempat untuk parkir)
Saya    : “ Jadi basah kuyup deh aku yah, padahal seragam ini masih dipakai untuk besok.” (sambil berteduh)
Ayah   : “ Ya maafkan ayah nak, ayah kan juga tidak tahu kalau hujan akan turun sederas ini. Apa tas dan bukumu basah semua?”
Saya    : “ Tidak semuanya yah, tapi sepatuku basah kuyup. Tapi salah ayah sendiri juga sih kenapa tidak membawa jas hujan, kalau ayah membawa jas hujan pasti kita tidak berteduh disini dan tidak basah kuyup seperti ini.” (memasang wajah kesal)
Ayah   : “ Iya ini memang salah ayah, biasanya ayah sudah menyiapkan jas hujan di bagasi, tapi ayah tadi lupa untuk menaruhnya karena ayah terburu-buru menjemputmu. Sekarang kita tunggu hujan derasnya sampai terang.
Setelah beberapa menit kemudian hujan reda, aku dan ayah langsung pulang ke rumah. Dan
Sesampainya di rumah kami berbincang.
Ayah   : “ Maafkan ayah nak, gara-gara ayah kamu jadi basah kuyup. Seragam, sepatu, dan bukumu juga basah. Nanti ayah akan membatu mengeringkan seragam, sepatu dan bukumu.”
Saya    : “ Iya yah, sebenarnya ini juga bukan salah ayah. Ayah kan tidak tahu jika akan turun hujan yang sagat deras. Seharusnya aku tahu kalau ayah sudah berusaha menjemputku walaupun ayah istirahat seusai ayah bekerja. Ayah juga lupa membawa jas hujan karena terburu-buru untuk menjemputku. Maafkan aku ayah” (sambil mencium tangan ayah)
Ayah   : “ Iya nak, setiap saat ayah akan selalu menerima permintaan maafmu.”
Dan setelah itu aku tidak kesal lagi kepada ayah dan aku sadarbahwa ini semua bukan
kesalahan ayah.

Amanat           : Jangan pernah menyalahkan orang tuamu jika kamu sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya sudah dikorbankan orang tuamu untukmu. Maka dari itu jika kita mempunyai salah kepada orang tua kita, segeralah meminta maaf kepada orang tuamu dengan hati tulus dan ikhlas.


 karya : Insania Amalia Suwandi

0 komentar:

Posting Komentar